Saya
menamakan sebuah “Politik Ekonomi Non-Etis” yang merupakan suatu kegiatan
ekonomi yang diwarnai juga oleh politik etis. Mengapa demikian? Misalnya, jika
ditinjau masalah kelangkaan elpiji saat-saat ini yang merupakan suatu
kegundahan kita bersama, dan mulai meningkat harga di pasaran akan memengaruhi
harga barang-barang lain yang merupakan hasil dari konsep ekonomi antara demand (permintaan) dan supply (penawaran).
Sehingga hitung-hitungan dari pengeluaran dan pemasukan yang dihasilkan di laporan
keuangan perusahaan / suatu usaha tertentu akan membalancekan antara
harga yang diperoleh dan harga “lemparan” ke pasar.
Dari kasus
“Anggie” di pengadilan dimana terungkap skandal berupa pembagian amplop untuk
kepentingan partai yang merupakan salah satu gambaran politik etis yang hanya
dibeli oleh sejumlah rupiah. Dan bahkan lebih ironis lagi terdengar isu
kenaikan gaji PNS sebanyak 10% ini kian menggiatkan para pelaku ekonomi dalam
hal ini pedagang untuk dapat berbisnis sesuai dengan keinginan mereka. Untuk
itu diperlukan etika bisnis yang baik bagi para pelaku ekonomi tersebut mulai
dari para owner, distributor, agen, sampai pada tingkat pengecer. Tetapi hal
ini sulit ditemukan atau memang langka? Bukankah Rasulullah mengajarkan kita
untuk kaya melalui berdagang tetapi dengan memiliki etika?
Pada konsep
“upaya dan hasil” telah tersirat bahwa diperlukan suatu “upaya” yang serius
untuk meningkatkan politik ekonomi dengan dilandaskan etika yang baik. Sehingga
hasil yang diperoleh merupakan sesuatu yang baik pula dan dicerminkan dari
tingkat kebermanfaatan atau daya guna dari suatu “hasil” tersebut. Dalam surah
Al-Ra’d (13):11 tersirat bahwa “Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. Ini
menjadi gambaran bahwa “politik ekonomi non-etis” dapat diubah menjadi “politik
ekonomi etis” sehingga para pemimpin kita dapat berpolitik dengan baik,
memanfaatkan ekonomi dengan sebaik-baiknya, mendayagunakan ekonomi dengan
sejujur-jujurnya, para pelaku ekonomipun turut berperan dengan pola etika
bisnis yang baik, sehingga menghasilkan perekonomian Indonesia yang beretika
dan bermartabat. Amin.
Tulisan ini telah terbit di Harian FAJAR Edisi Minggu, 26 Februari 2012 (Kolom KAMPUSIANA-MIMBAR BEBAS)